Terkait Hukum Qodho Sholat


 Al-Fiqh ‘alaa Madzaahiba l-Arba’ah I/755 :
مباحث قضاء الصلاة الفائتة حكمه
قضاء الصلاة المفروضة التي فاتت واجب على الفور سواء فاتت بعذر غير مسقط لها أو فاتت بغير عذر أصلا باتفاق ثلاثة من الأئمة ( الشافعية قالوا : إن كان التأخير بغير عذر وجب القضاء على الفور وإن كا...ن بعذر وجب على التراخي

BAHASAN QADHA SHALAT. 
Hukum mengqadha shalat fardhu menurut kesepakatan tiga madzhab (Hanafi, Maliki dan Hanbali) adalah wajib dan harus dikerjakan sesegera mungkin baik shalat yang ditinggalkan sebab adanya udzur (halangan) atau tidak. Sedangkan menurut Imam Syafi’i qadha shalat hukumnya wajib dan harus dikerjakan sesegera mungkin bila shalat yang ditinggalkan tanpa adanya udzur dan bila karena udzur, qadha shalatnya tidak diharuskan dilakukan sesegera mungkin. [ Al-Fiqh ‘alaa Madzaahiba l-Arba’ah I/755 ].

Hadits-hadits tentang qadha shalat
  1. HR.Bukhori, Muslim dari Anas bin Malik ra.: “Siapa yang lupa (melaksanakan) suatu sholat atau tertidur dari (melaksanakan)nya, maka kifaratnya (tebusannya) adalah melakukannya jika dia ingat”. Ibnu Hajr Al-‘Asqalany dalam Al-Fath II:71 ketika menerangkan makna hadits ini berkata; ‘Kewajiban menggadha sholat atas orang yang sengaja meninggalkannya itu lebih utama. Karena hal itu termasuk sasaran Khitab (perintah) untuk melaksanakan sholat, dan dia harus melakukannya…’. Yang dimaksud Ibnu Hajar ialah kalau perintah Rasulullah saw. bagi orang yang ketinggalan sholat karena lupa dan tertidur itu harus diqadha, apalagi untuk sholat yang disengaja ditinggalkan itu malah lebih utama/wajib untuk menggadhanya. Maka bagaimana dan darimana dalilnya orang bisa mengatakan bahwa sholat yang sengaja ditinggalkan itu tidak wajib/tidak sah untuk diqadha ?.  Begitu juga hadits itu menunjukkan bahwa orang yang ketinggalan sholat karena lupa atau tertidur tidak berdosa hanya wajib menggantinya. Tetapi orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja dia berdosa besar karena kesengajaannya meninggalkan sholat, sedangkan kewajiban qadha tetap berlaku baginya.
  2. Rasulallah saw. setelah sholat Dhuhur tidak sempat sholat sunnah dua raka’at setelah dhuhur, beliau langsung membagi-bagikan harta, kemudian sampai dengar adzan sholat Ashar. Setelah sholat Ashar beliau saw. sholat dua rakaat ringan, sebagai ganti/qadha sholat dua rakaat setelah dhuhur tersebut. (HR.Bukhori, Muslim dari Ummu Salamah).
  3. Rasulallah saw. bersabda: ‘Barangsiapa tertidur atau terlupa dari mengerjakan shalat witir maka lakukanlah jika ia ingat atau setelah ia terbangun’. (HR.Tirmidzi dan Abu Daud).(dikutip dari at-taj 1:539)
  4. Rasulallah saw. bila terhalang dari shalat malam karena tidur atau sakit maka beliau saw. menggantikannya dengan shalat dua belas rakaat diwaktu siang. (HR. Muslim dan Nasa’i dari Aisyah ra).(dikutip dari at-taj 1:539). Nah kalau sholat sunnah muakkad setelah dhuhur, sholat witir dan sholat malam yang tidak dikerjakan pada waktunya itu diganti/diqadha oleh Rasulallah saw. pada waktu setelah sholat Ashar dan waktu-waktu lainnya, maka sholat fardhu yang sengaja ketinggalan itu lebih utama diganti dari- pada sholat-sholat sunnah ini.
  5. HR Muslim dari Abu Qatadah, mengatakan bahwa ia teringat waktu safar pernah Rasulallah saw. ketiduran dan terbangun waktu matahari menyinari punggungnya. Kami terbangun dengan terkejut. Rasulallah saw. bersabda: Naiklah (ketunggangan masing-masing) dan kami menunggangi (tunggangan kami) dan kami berjalan. Ketika matahari telah meninggi, kami turun. Kemudian beliau saw. berwudu dan Bilal adzan untuk melaksanakan sholat (shubuh yang ketinggalan). Rasulallah saw. melakukan sholat sunnah sebelum shubuh kemudian sholat shubuh setelah selesai beliau saw. menaiki tunggangannya.Ada sementara yang berbisik pada temannya; ‘Apakah kifarat (tebusan) terhadap apayang kita lakukan dengan mengurangi kesempurnaan shalat kita (at-tafrith fi ash-sholah)? Kemudian Rasulallah saw. bersabda: ’Bukan kah aku sebagai teladan bagi kalian’?, dan selanjutnya beliau bersabda : ‘Sebetulnya jika karena tidur (atau lupa) berarti tidak ada tafrith (kelalaian atau kekurangan dalam pelaksanaan ibadah, maknanya juga tidak berdosa). Yang dinamakan kekurangan dalam pelaksanaan ibadah(tafrith) yaitu orang yang tidak melakukan (dengan sengaja) sholat sampai datang lagi waktu sholat lainnya….’. (Juga Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Imaran bin Husain dengan kata-kata yang mirip, begitu juga Imam Bukhori dari Imran bin Husain). Hadits ini tidak lain berarti bahwa orang yang dinamakan lalai/meng- gampangkan sholat ialah bila meninggalkan sholat dengan sengaja dan dia berdosa, tapi bila karena tertidur atau lupa maka dia tidak berdosa, kedua-duanya wajib menggadha sholat yang ketinggalan tersebut. Dan dalam hadits ini tidak menyebutkan bahwa orang tidak boleh/haram menggadha sholat yang ketinggalan kecuali selain dari yang lupa atau tertidur, tapi hadits ini menyebutkan tidak ada kelalaian (berdosa) bagi orang yang meninggal- kan sholat karena tertidur atau lupa. Dengan demikian tidak ada dalam kalimat hadits larangan untuk menggadha sholat !
  6. Jabir bin Abdullah ra.meriwayatkan bahwa Umar bin Khattab ra. pernah datang pada hari (peperangan) Khandaq setelah matahari terbenam. Dia mencela orang kafir Quraisy, kemudian berkata; ‘Wahai Rasulallah, aku masih melakukan sholat Ashar hingga (ketika itu) matahari hampir terbenam’. Maka Rasulallah saw. menjawab : ‘Demi Allah aku tidak (belum) melakukan sholat Ashar itu’. Lalu kami berdiri (dan pergi) ke Bith-han. Beliau saw. Berwudu untuk (melaksanakan) sholat dan kami pun berwudu untuk melakukannya. Beliau saw. (melakukan) sholat Ashar setelah matahari terbenam. Kemudian setelah itu beliau saw. melaksanakan sholat Maghrib. (HR.Bukhori dalam Bab ‘orang yang melakukan sholat bersama orang lain secara berjama’ah setelah waktunya lewat’, Imam Muslim I ;438 hadits nr. 631, meriwayatkannya juga, didalam Al-Fath II:68,dan pada bab ‘meng- gadha sholat yang paling utama’ dalam Al-Fath Al-Barri II:72)
  7. Begitu juga dalam kitab Fiqih empat madzhab atau Fiqih lima madzhab bab 25 sholat Qadha’ menulis: Para ulama sepakat (termasuk Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i dan lainnya) bahwa barangsiapa ketinggalan shalat fardhu maka ia wajib menggantinya/menggadhanya. Baik shalat itu ditinggal- kannya dengan sengaja, lupa, tidak tahu maupun karena ketiduran. Memang terdapat perselisihan antara imam madzhab (Hanafi, Malik, Syafi’i dan lainnya), perselisihan antara mereka ini ialah apakah ada kewajiban qadha atas orang gila, pingsan dan orang mabuk.
  8. Dalam kitab fiqih Sunnah Sayyid Sabiq (bahasa Indonesia) jilid 2 hal. 195 bab Menggadha Sholat diterangkan: Menurut madzhab jumhur termasuk disini Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafi’i mengatakan orang yang sengaja meninggalkan sholat itu berdosa dan ia tetap wajib meng-gadhanya.Yang menolak pendapat qadha dan ijma’ ulama ialah Ibnu Hazm dan Ibn Taimiyyah, mereka ini membatalkan (tidak sah) untuk menggadha sholat !! Dalam buku ini diterangkan panjang lebar alasan dua imam ini.(Tetapi alasan dua imam ini terbantah juga oleh hadits-hadits diatas dan ijma’ para ulama pakar termasuk disini Imam Hanafi, Malik, Syafi’i dan ulama pakar lainnya yang mewajibkan qadha atas sholat yang sengaja ditinggal-kan. Mereka ini juga bathil dari sudut dalil dan berlawanan dengan madzhab jumhur—pen.).
Kesimpulan :
Kalau kita baca hadits-hadits diatas semuanya masalah qadha sholat, dengan demikian buat kita insya Allah sudah jelas bahwa menggadha/meng-gantikan sholat yang ketinggalan baik secara disengaja maupun tidak disengaja menurut ijma’ ulama hukumnya wajib, sebagaimana yang diutarakan oleh ulama-ulama pakar yang telah diakui oleh ulama-ulama dunia yaitu Imam Hanafi, Imam Malik dan Imam Syafi’i.
Hanya perbedaan antara yang disengaja dan tidak disengaja ialah masalah dosanya jadi bukan masalah qadhanya. Semoga dengan adanya dalil-dalil yang cukup jelas ini bisa menjadikan manfaat bagi kita semua. Semoga kita semua tidak saling cela-mencela atau merasa pahamnya/anutannya yang paling benar.

QADLA’ SHALAT

Sholat yang ditinggalkan karena lupa atau ketiduran wajib diqadla' sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alayhi wasallam :
" من نسي صلاة فليصلها إذا ذكرها لا كفارة لها إلا ذلك " رواه مسلم
Maknanya : "Barang siapa lupa tidak melakukan sholat tertentu maka laksanakanlah jika ia ingat, tidak ada tanggungan atasnya kecuali qadla' tersebut" (H.R. Muslim)
Dalam redaksi lain, Rasulullah bersabda :
" من نسي صلاة أو نام عنها فكفارتها أن يصليها إذا ذكرها " رواه مسلم
Maknanya: "Barang siapa lupa tidak melakukan sholat tertentu atau tertidur maka kaffarahnya adalah melaksanakannya jika ia ingat" (H.R. Muslim)
Jika sholat yang ditinggalkan karena lupa atau ketiduran wajib diqadla' apalagi sholat yang ditinggalkan dengan sengaja lebih wajib diqadla'. Ini juga masuk ke dalam keumuman hadits Nabi yang sahih:
" فدين الله أحق أن يقضى "
Maknanya : "Hutang kepada Allah lebih layak untuk dibayar (qadla')"
Hal ini disepakati (Ijma') oleh para ulama. Orang yang mengatakan sholat yang ditinggalkan dengan sengaja tidak wajib diqadla' seperti Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah, Sayyid Sabiq, berarti telah menyalahi ijma' para ulama Islam seperti dikatakan oleh al Hafizh Abu Sa'id al 'Ala-i, al Hafizh Ibnu Thulun dan lain-lain.
Sedangkan perkataan 'Aisyah –semoga Allah meridlainya- yang biasa dijadikan oleh sebagian orang sebagai dalil tidak wajibnya mengqadla' sholat bunyinya adalah sebagai berikut secara lengkap :
" كنّا نـحيض عند رسول الله ، ثم نطهر فنؤمر بقضاء الصوم ، ولا نؤمر بقضاء الصلاة ".
"Kami haidl di masa Rasulullah kemudian suci maka kami diperintahkan untuk mengqadla' puasa dan tidak diperintah untuk mengqadla' sholat "
Orang yang membaca perkataan 'Aisyah ini dengan lengkap bukan sepotong-sepotong akan memahami bahwa perkataannya ini berkaitan dengan wanita yang haidl bahwa tidak diperintahkan baginya untuk mengqadla sholat yang dia tinggalkan selama dia haidl. 

Maqolah 11 - 12 ~ NASHOIHUL ‘IBAD

Maqolah 11 
Dari sebagian ahli hikmah / Aulia’ (Janganlah kamu menyepelekan dosa yang kecil) karena dengan selalu menjalankannya maka lama kelamaan akan tumbuhlah ia menjadi dosa besar. Bahkan terkadang murka Tuhan itu ada pada dosa yang kecil-kecil.

Maqolah 12
Dari Nabi SAW : (Tidaklah termasuk dosa kecil apabila dilakukan secara terus menerus) karena dengan dilakukan secara terus menerus, maka akan menjadi besarlah ia. (Dan tidaklah termasuk dosa besar apabila disertai dengan taubat dan istighfar) Yaitu taubat dengan syarat-syaratnya. Karena sesungguhnya taubat dapat menghapus bekas-bekas dosa yang dilakukan meskipun yang dilakukan tersebut dosa besar. Hadits ini diriwayatkan oleh Ad-dailamy dari Ibni Abbas RA.

Maqolah 13 - 14 ~ NASHOIHUL ‘IBAD

Maqolah 13

(Keinginan orang arifiin adalah memujiNya) maksudnya keinginan orang ahli ma’rifat adalah memuji Allah Ta’ala dengan keindahan sifat-sifatnya.
(Dan keinginan orang-orang zuhud adalah do’a kepadaNya) yaitu permintaan kepada Allah sekedar hajat kebutuhannya dari dunia dengan segenap hatinya, dimana yang dimaksud do’a adalah meminta dengan merendahkan diri kepadaNya dengan memohon diberi kebaikan kepadanya.
(Karena keinginan orang arif/ ahli ma’rifat dari Tuhannya bukanlah pahala ataupun surga) sedangkan keinginan orang zuhud adalah untuk kepentingan dirinya sendiri, yaitu untuk kemanfatan dirinya dari pahala dan surga yang didapatkannya. Maka demikianlah perbedaan orang yang keinginan hatinya mendapatkan bidadari dan orang yang cita-citanya adalah keterbukaan hatinya.

Maqolah 14

(Diriwayatkan dari sebagian hukama’) yaitu orang yang ahli mengobati jiwa manusia, dan mereka itulah para wali Allah. -(Barang siapa yang menganggap ada pelindung yang lebih utama dari Allah maka sangat sedikitlah ma’rifatnya kepada Allah) Maknanya adalah barang siapa yang menganggap ada penolong yang lebih dekat daripada pertolongan Allah, maka maka sesungguhnya dia belum mengenal Allah.
(Dan barang siapa yang menganggap ada musuh yang lebih berbahaya daripada nafsunya sendiri, maka sedikitlah ma’rifatnya/pengetahuannya tentang nafsunya) Artinya adalah brang siapa yang berperasangka ada musuh yang lebih kuat dari pada hawa nafsunya yang selalu mengajak kepada kejahatan, maka sedikitlah ma’rifatnya/pengetahuannya akan hawa nafsunya sendiri.

Maqolah Ibrahim bin Adham

Beliau adalah Ibrahim bin Adham bin Mansur bin Yazid bin Jabir, dia seorang imam yang arif, pemimpinnya orang-orang zuhud, dan dia mempunyai julukan “Abu Ishaq al-‘Izli, ada yang mengatakan at-Tamimi, al-Khurasani, al-Balkhi, salah satu daerah di Syam. Beliau dilahirkan di Makkah pada akhir-akhir tahun ke 100H.

Sekelumit kisah Ibrahim bin Adham dalam mendapatkan hidayah

Ibrahim bin Bassyar bercerita, Aku berkata kepada Ibrahim bin Adham, “Wahai Abu Ishaq (Ibrahim bin Adham) bagaimana permulaan kisahmu hingga engkau menjadi seperti ini ?”. Maka ia berkata: “Tanyakan yang lain saja, karena hal itu lebih baik bagimu”. Akupun berkata: “Betul apa yang kau katakan, akan tetapi jika kau kabarkan kepadaku (tentang kisahmu) mungkin hal itu bisa bermanfaat bagiku pada suatu hari nanti”, kemudian aku mengulangi perkataanku. Maka iapun berkata: “Celaka engkau, lebih baik kau sibukan diri terhadap Allah”. Maka aku bertanya untuk ketiga kalinya. Maka ia berkata: “ Dahulu bapakku dari (penduduk) Balkha, dan dia seorang raja Kharasan. Kami di berikan kesenangan (hobi) berburu, maka (pada suatu hari) aku keluar menunggangi kudaku dan anjingku bersamaku, maka ketika aku melihat Kelinci atau Rubah akupun memacu kudaku, akan tetapi tiba-tiba aku mendengar seruan seorang penyeru dari arah belakangku, yang berkata: “Bukan untuk hal tersebut engkau diciptakan, dan bukan untuk hal itu engkau diperintahkan!”. Maka akupun menghentikan (langkah kudaku), dan aku melihat kesebelah kanan dan kekiriku, akan tetapi aku tidak melihat siapapun, maka aku katakan: “Semoga Allah melaknat Iblis”. Lalu akupun memacu kudaku, akan tetapi tiba-tiba aku mendengar seruan yang lebih keras dari yang pertama, yang berkata: “Ya Ibrahim, bukan untuk hal tersebut engkau diciptakan, dan bukan untuk hal itu engkau diperintahkan!”. Maka akupun menghentikan (langkah kudaku), dan aku melihat kesebelah kanan dan kekiriku, akan tetapi aku tidak melihat siapapun, maka aku katakan: “Semoga Allah melaknat Iblis”. Maka akupun memacu kudaku, akan tetapi aku mendengar kembali seruan itu dari belakang pelana kudaku, Ya Ibrahim, bukan untuk hal tersebut engkau diciptakan, dan bukan untuk hal itu engkau diperintahkan!”, maka akupun berhenti, akupun berkata: “Aku sadar- aku sadar, telah datang kepadaku pemberi peringatan dari Tuhan semesta alam, demi Allah aku tidak akan bermaksiat kepadanya lagi setelah hari ini.

Perkataan hikmah Ibrahim bin Adham

Beliau rahimahullah mempunyai nasehat yang penuh dengan hikmah, diriwayatkan dari Ibrahim bin Adham, ia berkata, “Setiap raja yang tidak adil, maka ia dan pencuri sama (kedudukanya), setiap orang berilmu yang tidak bertaqwa maka dia dan serigala sama (kedudukanya), dan setiap yang menghinakan diri kepada selain Allah maka dia dan anjing sama (kedudukanya)”.
Beliau juga berkata, “Zuhud yang wajib yaitu zuhud terhadap apa yang diharamkan Allah, zuhud adalah keselamatan yaitu Zuhud terhadap perkara syubahat (perkara yang tak jelas halal dan haramnya ), zuhud adalah keutamaan yaitu Zuhud terhadap perkara yang halal”.
Ibrahim bin Adham rahimahullah berkata, “Banyak melihat kepada sesuatu yang batil, dapat menghilangkan pengetahuan hati terhadap kebenaran”.
Diriwayatkan dari Muhammad bin Ghalib, dia berkata, “Ibrahim bin Adham menulis surat kepada Sufyan ats-Tsauri (dia berkata di dalam suratnya), “Barangsiapa yang mengetahui apa yang dia kehendaki maka dia akan menganggap remeh apa yang dia korbankan untuknya, barangsiapa yang mengumbar pandangannya maka penyesalannya akan berlangsung lama, barangsiapa yang panjang angan-angannya maka akan buruk amal perbuatannya, dan barangsiapa yang mengumbar lisannya maka dia membunuh dirinya”.

Keutamaan beliau

Beliau rahimahullah adalah seorang yang zuhud, dan wara’ (menjauhkan diri dari yang di haramkan Allah Ta’ala). Beliau makan dari hasil keringat sendiri, dan tidak mau berpangku tangan kepada orang lain, diriwayatkan bahwa dikatakan kepada Ibrahim bin Adham, “Bagaimana kondisimu?, maka ia menjawab, “Aku dalam keadaan baik, selama tidak ada yang menanggung nafkahku”.
Diriwayatkan bahwa beliau pergi meninggalkan rumahnya menuju negri Syam untuk mencari rezki yang halal dengan tangannya sendiri. Beliau bekerja di sawah milik orang lain dengan tekun dan selalu menjaga amanah yang diamanahkan kepadanya.
Ahli sejarah berkata, “Ibahim bin Adham adalah penduduk Balakh, dia pergi ke Makkah, di tempat tersebut ia menemani Sufyan ats-Tsauri, Fudhail bin ‘Iyadh, kemudian dia pergi ke Syam, di sana dia makan dari usahanya sendiri, dan kemudian dia wafat di sana”.

Perkataan ulama tentangnya

Diriwayatkan bahwa Imam Nasai berkata, “Ibrahim bin Adham tsiqah (terpercaya), salah seorang dari orang-orang yang zuhud”.
Abdullah bin Mubarak rahimahullah berkata,  “Ibrahim bin Adham seorang yang memiliki keutamaan, dia mempunyai rahasia dan hubungan (dalam beribadah ) antara dia dengan Allah ’Azza wa jalla, aku tidak melihat dia menampakan tasbih, maupun sesuatu dari amal ibadahnya, dan tidaklah dia makan bersama seseorang, kecuali dia yang terakhir mengangkat tangannya (untuk makan makanan tersebut)”.

Wafat beliau
Para ulama berbeda pendapat tentang tahun wafatnya Ibrahim bin Adham, namun imam Ibnu Katsir menguatkan pendapat Ibnu ‘Asakir. Ibnu ‘Asakir rahimahullah meriwayatkan bahwa (riwayat) yang terjaga adalah bahwa Ibrahim bin Adham wafat pada 162 H.

Salah satu maqolah Beliau :


عَرَفْتُمُ اللهَ وَلَمْ تُؤَدُّوْا حَقَّهُ

 قَرَأْتُمْ كِتَابَ اللهِ وَلَمْ تَعْمَلُوْبِهِ

اِدَّعَيْتُمْ عَدَاوَةَ اِبْلِيْسَ وَوَالَيْتُمُوْهُ

 اِدَّعَيْتُمْ حُبَّ الرَّسُوْلِ وَتَرَكْتُمْ اَثَرَهُ وَسُنَّتَهُ

 اِدَّعَيْتُمْ حُبَّ الْحَنَّةِ وَلَمْ تَعْمَلُوْالَهَا

اِدَّعَيْتُمْ خَوْفَ النَّارِ وَلَمْ تَنْتَهُوْا عَنِ الذُّنُوْبِ

اِدَّعَيْتُمْ اَنَّ الْمَوْتَ حَقٌّ وَلَمْ تَسْتَعِدُّوْالَهُ

اِشْتَغَلْتُمْ بِعُيُوْبِ غَيْرِكُمْ وَتَرَكْتُمْ عُيُوْبَ اَنْفُسِكُمْ

تَأْكُلُوْنَ رِزْقَ اللهِ وَلَا تَشْكُرُوْنَهُ

تَدْ فِنُوْنَ مَوْتَاكُمْ وَلَا تَعْتَبِرُوْنَ بِهِمْ


Sebab sebab Hati telah mati disebabkan oleh sepuluh perkara :

Pertama,
----------------
Engkau mengenali Allah, tetapi tidak maumenunaikan hakNya.
Kedua,
--------------
Engkau membaca kitab Allah, tetapi tidak mau mengamalkan (isi kandungan)nya.
Ketiga,
---------------
Engkau mengaku bermusuhan dengan iblis, tetapi malah mengikuti tuntutannya.
Keempat,
-----------------
Engkau mengaku cinta Rasul, tetapi meninggalkan tingkah laku dan sunnah beliau.
Kelima,
---------------
Engkau mengaku senang terhadap surga, tetapi tidak berusaha menuju padanya.
Keenam,
-----------------
Engkau mengaku takut kepada neraka, tetapi justu tidak mau mengakhiri perbuatan perbuatan dosa.
Ketujuh,
---------------
Engkau mengakui bahwa kematian itu hak, tetapi tidak mau mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
Kedelapan,
-------------------
Engkau asyik meneliti aib (kekurangan) orang lain, tetapi aibmu sendiri tak kau hiraukan.
Kesembilan,
--------------------
Engkau makan rizqi Allah, tetapi tidak mau bersyukur kepadaNya.
Kesepuluh,
------------------
Engkau suka menguburkan orang yang meninggal dunia, tetapi tidak mau mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut.".


Maqolah 9 -10 ~ NASHOIHUL ‘IBAD

Maqolah 9
Diriwayatkan dari Sufyan Atsauri, beliau adalah guru dari Imam Malik RA. ( Setiap ma’siat yang timbul dari dorongan syahwat yaitu keinginan yang teramat sangat akan sesuatu maka dapat diharapkan akan mendapat ampunanNya. Dan setiyap ma’siat yang timbul dari takabur atau sombong yaitu mendakwakan diri lebih utama atau mulia dari yang lain , maka maksiat yang demikian ini tidak dapat diharapkan akan mendapat ampunan dari Allah). Karena maksiyat iblis berasal dari ketakaburannya yang tidak mau hormat kepada Nabi Adam AS atas perintah Allah dimana ia menganggap dirinya lebih mula dari Nabi Adam AS yang diciptakan dari tanah sedangkan ia/iblis diciptakan dari api. Dan sesungguhnya kesalahan Nabi
Adam AS adalah karena keinginannya yang teramat sangat untuk memakan buah yang dilarang oleh Allah untuk memakannya.

Maqolah 10
Dari sebagian ahli zuhud yaitu mereka yang menghinakan kenikmatan dunia dan tidak peduli dengan nya akan tetapi mereka mengambil dunia sekedar dharurah/darurat sesuai kebutuhan minimumnya. (Barang siapa yang melakukan perbuatan dosa dengan tertawa bangga, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka dalam keadaan menangis, karena seharusnya ia menyesal dan memohon ampunan kepada Allah bukannya berbangga hati. Dan barang siapa yang ta’at kepada Allah dengan menangis, karena malu kepada Allah dan Takut kepadaNya karena merasa banyak kekurangan dalam hal ta’at kepaadNya Maka Allah akan memasukkanNya ke dalam surga dalam keadaan tertawa gembira. ) dengan sebenar-benar gembira karena mendapatkan apa yang menjadi tujuannya selama ini yaitu ampunan dari Allah.